MERAIH BERKAH DENGAN SIKAP JUJUR DALAM MUAMALAH (Al-Qur'an Hadits Kelas 9 pertemuan 2)
MERAIH BERKAH DENGAN SIKAP JUJUR
DALAM MUAMALAH
1. Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)!
2. (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan,
3. dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi.
4. Tidakkah mereka itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan,
5. pada suatu hari yang besar,
6. (yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit menghadap Tuhan seluruh alam.
7. Sekali-kali jangan begitu! Sesungguhnya catatan orang yang durhaka benar-benar tersimpan dalam Sijjin.
8. Dan tahukah engkau apakah Sijjin itu?
9. (Yaitu) Kitab yang berisi catatan (amal).
10. Celakalah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan!
11. (yaitu) orang-orang yang mendustakannya (hari pembalasan).
12. Dan tidak ada yang mendustakannya (hari pembalasan) kecuali setiap orang yang melampaui batas dan berdosa,
13. yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berkata, “Itu adalah dongeng orang-orang dahulu.”
14. Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.
15. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhannya.
16. Kemudian, sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka.
17. Kemudian, dikatakan (kepada mereka), “Inilah (azab) yang dahulu kamu dustakan.”
ASBABUN NUZUL
Kandungan QS. Al-Muthaffifin: 1-17
Mengurangi takaran atau timbangan meskipun sedikit tetapi diulang-ulang merupakan perbuatan yang sangat dimurkai Allah. Hal ini biasanya dilakukan dengan memainkan timbangan, ukuran atau harga. Jika hal tersebut dilakukan dalam jumlah besar, memakan harta dan hak orang lain dengan korupsi atau melahap gaji buta, tentu lebih dimurkai dan dibenci Allah Swt..
Ayat 7-17: Allah menjelaskan bahwa catatan perbuatan orang-orang durhaka terdapat dalam daftar keburukan dan disimpan dalam buku khusus bernama “sijjin” (kumpulan buku-buku para syetan dan orang-orang kafir). Mereka itulah yang mendustakan para rasul dan risalahnya. Sifat-sifat mereka ada tiga: a). Mu‟tad (melampaui batas dan melanggar hukum-hukum Allah). b). Atsim (bergelimang dosa dengan mengonsumsi barang haram, berbicara bohong, mengkhianati amanah, dan lain sebagainya. c). Jika dibacakan Al-Qur‟an, mereka mengatakan bahwa itu hanya dongeng orang-orang terdahulu, bukan wahyu Allah Swt.
Selanjutnya Allah menjelaskan mengapa mereka mengejek al-Qur‟an, antara lain karena banyaknya dosa yang menutup hati mereka sehingga mereka tidak mau menerima kebenaran dan kebaikan. Oleh sebab itu mereka jauh dari rahmat Allah sehingga kelak dilemparkan ke dalam api neraka yang paling bawah, dan dikatakan kepada mereka, “inilah azab yang dahulu selalu kamu dustakan“.
“Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, sampai dia mencapai (usia) dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya. Apabila kamu berbicara, bicaralah sejujurnya, sekalipun dia kerabat(mu) dan penuhilah janji Allah. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu ingat.”
ASBABUN NUZUL
Ibnu Murdawaih meriwayatkan dari Imam Tabrani, dari Ibrahim ibnu Nailah, dari Ismail ibnu Umar, dari Yusuf ibnu Atiyyah, dari Ibnu Aun, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Surat Al-An 'am diturunkan kepadaku sekaligus, dan diiringi oleh tujuh puluh ribu malaikat, dari mereka terdengar suara gemuruh karena bacaan tasbih dan tahmid”.
Kandungan QS. Al-An’am (6): 152
Ayat di atas diawali dengan larangan mendekati harta anak yatim, seperti mengambil hartanya dengan alasan yang dibuat-buat, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat dan lebih menguntungkan, seperti menginvestasikannya agar berkembang, atau menjaga agar keutuhannya terjamin, termasuk juga membayar zakatnya jika telah mencapai satu nisab, sampai dia mencapai usia dewasa; mampu mengelola hartanya.
Ayat ini memerintahkan kepada kita untuk menyempurnakan takaran dan timbangan secara adil. Tidak boleh merekayasa untuk mengurangi takaran atau timbangan dalam bentuk apa pun. Namun demikian, karena untuk tepat 100 % dalam menimbang adalah sesuatu yang sulit, maka dibuat kesepakatan antara penjual dan pembeli, berupa kerelaan agar jangan sampai menyulitkan keduanya. Penjual tidak diharuskan untuk menambahkan barang yang dijual, melebihi dari kewajibannya, pembeli juga merelakan jika ada sedikit kekurangan dalam timbangan karena tidak sengaja.
Ayat ini menunjukkan bahwa agama Islam tidak ingin memberatkan pemeluknya. Penjelasan berikutnya adalah perintah untuk berbicara dengan jujur, seperti pada saat bersaksi atau memutuskan hukum terhadap seseorang. Sebab, kejujuran dan keadilan adalah inti persoalan hukum. Kejujuran dan keadilan harus tetap dapat ditegakkan sekalipun yang akan menerima akibat dari hukuman tersebut adalah kerabatnya sendiri. Keadilan hukum dan kebenaran di atas segalanya, jangan sampai keadilan hukum terpengaruh oleh rasa kasih sayang terhadap keluarga. Semua itu bertujuan agar masyarakat bisa hidup damai, tenang, dan tenteram.
Ayat ini diakhiri dengan perintah untuk memenuhi janji kepada Allah, yaitu mematuhi ketentuan yang digariskan oleh-Nya, baik dalam ibadah, muamalah, maupun lainnya. Memenuhi janji ini akan mendatangkan kebaikan bagi manusia, yaitu agar kita melakukan apa yang diperintahkan dan menghindari segala larangan, dan juga agar kita saling mengingatkan.
0 comments:
Posting Komentar